DUNIA ISLAM
Taqwa adalah takut kepada Allah SWT, beramal dengan al-Quran, merasa cukup sedikit, bersedia untuk ke akhirat - Saidina Ali Karramullahu Wajhah
Friday, 6 May 2011
*RESEPI KEJAYAAN*
Salam Semua ! Bahan-bahan yang diperLukan adaLah : 500gm iLmu Secubit kegigihan 1 kiLo ketelitian Keazaman secukupnya 1 tin kesederhanaan 1/4 cawan kesabaran 4 biji matlamat 2 ulas keyakinan, dihiris 2 keping kerajinan, dicincang Semangkuk sahabat 6... batang perancangan Segengam doa TawakkaL secukupnya Kesyukuran secukupnya Cara memasak: Panaskan iLmu. Tumiskan matlamat dan keyakinan hingga wangi. Masukkan kegigihan dan kerajinan dan tumis hingga naik minyak. Kemudian, masukkan ketelitian, perancangan dan kesederhanaan. Kacau hingga sebati. SeLepas itu, masukkan doa, tawakkaL dan kesyukuran secukupnya dan akhir sekaLi, masukkan kesabaran. Goreng dan taburkan keazaman. Goreng lagi hingga sebati dan hidangkan ketika ia masih panas. Gunakan sahabat sebagai penghias juadah. Saya Yang Sedar Diri.... H_K_A_ : Saya sedar bahawa, Semua yang berLaku itu ada hikmahnya, YakinLah dengan hakikat ini. S_K_P : Saya sedar bahawa, Sikap yang membentuk peribadi, Peribadi yang menghasilkan kejayaan. I_M_ : Saya sedar bahawa, Ilmu Tuhan tiada penghujungnya, TerpuLanglah kepada kita untuk menuntutnya. I_A_ : Saya sedar bahawa, Tiada guna segaLa kemewahan, Jika hati tiada keimanan. T_N_G_N_J_W_B : Saya sedar bahawa, Pelajaran saya adaLah tanggungjawab saya, SayaLah yang harus memajukannya. U_A_A : Saya sedar bahawa, Kekayaan tidak akan datang, Tanpa usaha yang gigih dan berterusan. S_B_R : Saya juga sedar bahawa, Diri beLum Mantap, Tanpa kesabaran yang hakiki. I_H_A_ : Saya juga sedar bahawa, Memberi adaLah baik, Tetapi biarLah dengan ikhLas. M_S_ : Saya juga sedar bahawa, Masa itu EMAS, Bagi mereka yang tahu menggunakannya. A_A : Saya juga sedar bahawa, Tiada guna menuntut iLmu, Jika tiada niat untuk mengamaLkannya. Saya Yang Sedar Diri,
Thursday, 21 April 2011
Tanda-Tanda kejujuran orang yang bertaubat
Sebatas mengucapkan taubat bukanlah bukti kejujuran melakukan taubat, selama orang yang bertaubat tidak menunjukkan tanda-tanda yang menjadi bukti nyata taubat. Di antara tanda-tanda yang menunjukkan kejujuran orang yang bertaubat adalah:
1. Meninggalkan dosa dan menggantinya dengan ketaatan. Ini adalah bukti kepekaan hati, penyesalan terhadap dosa, dan keinginan untuk bertaubat.
2. Berkeinginan untuk meninggalkan dosa masa lalu dan memperbaiki yang akan datang. Jika pada masa lalu sering meninggalkan ibadah, berbuat dzalim, melakukan kesalahan yang tidak menyebabkan denda, maka hendaknya hamba bersedih karena dia telah melakukan itu semua. Ini adalah bukti pengagungan Allah dalam hati, ketakutan yang sangat akan murka-Nya, pengharapan terhadap ridha-Nya, dan keinginan untuk meraih surga-Nya.
3. Bumi baginya terasa sempit sebagaimana sempitnya bumi bagi Ka’ab bin Malik dan kedua sahabatnya, sehingga dia akan merasa sedih dan menangis yang menghindarkannya dari sendau gurau dan tertawa.
4. Hendaknya keadaan setelah taubat lebih baik dari sebelumnya. Allah berfirman :
"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (Q.S. al-Baqarah : 37)
5. Hendaknya dia tidak merasa aman dengan tipuan (makr) Allah. Allah berfirman :
"Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena, sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya)." (Q.S. al-Ma‘ârij : 27-28)
Dia akan disertai rasa takut selama hidupnya dan akan terus dalam keadaan seperti itu hingga mendengar suara malaikat yang akan mencabut nyawanya, sebagaimana disebutkan dalam surat Fushshilat ayat 30:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga (jannah) yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (Q.S. Fushshilat : 30)
6. Hamba merasa sakit dan menyesal terhadap dosa yang pernah dilakukannya, dan takut akan akibat yang buruk.
7. Hamba selalu mengingat akan cepatnya bertemu dengan Tuhannya, pada setiap saat dia menanti tibanya ajal. Dan, sesungguhnya ajal itu lebih dekat dengannya daripada tali sepatunya. Rasulullah saw. bersabda:
"Surga itu lebih dekat dengan salah satu di antara kalian daripada tali sepatunya, demikian juga dengan neraka." (HR. Bukhari)
8. Di antara tanda paling kuat kejujuran hamba dalam bertaubat adalah cinta Allah dan Rasul-Nya, cinta orang-orang yang beriman, dan melakukan tindakan yang menunjang cinta ini.
mudah-mudahan kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang bertobat,
Saturday, 19 March 2011
JIKA ENGKAU TERTIMPA SUATU MUSIBAH, MAKA JANGANLAH ENGKAU KATAKAN ...
JIKA ENGKAU TERTIMPA SUATU MUSIBAH, MAKA JANGANLAH ENGKAU KATAKAN ...
oleh Bicara Hidayah pada pada 10hb Mac 2011 pukul 11.09 pagi
Bersambung dari : TETAP SEMANGAT DALAM HAL YANG BERMANFAAT (1)
[http://www.facebook.com/note.php?note_id=134251976644869]
Dari Abu Hurairah, Rasulullah -صلی الله علیﻪ و سلم- bersabda (artinya),
- “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaitan.” (HR. Muslim) [Muslim: 47-Kitab Al Qodar, An Nawawi – rahimahullah membawakan hadits ini dalam Bab "Iman dan Tunduk pada Takdir"]
LALU sabda Nabi صلی الله علیﻪ و سلم, “Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’” Maksudnya di sini adalah setelah engkau semangat dan giat melakukan sesuatu, juga engkau tidak lupa meminta pertolongan pada الله, serta engkau terus melakukan amalan tersebut hingga usai (selesai), namun ternyata hasil yang dicapai di luar keinginan, maka janganlah engkau katakan: “Seandainya aku melakukan demikian dan demikian.” Karena mengenai hasil adalah di luar kemampuanmu. Kamu memang sudah melaksanakan sesuatu prosedur yang diperintahkan, namun الله pasti tidak terkalahkan dalam setiap putusan-NYA.
“Dan الله berkuasa terhadap urusan-NYA, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (Yusuf: 21)
Jika seseorang telah mencurahkan seluruh usaha untuk melakukan suatu amalan, namun hasil yang diperoleh tidak sesuai keinginan, maka pada saat ini hendaklah ia menyandarkan segala urusannya pada الله karena hanya Dia-lah yang menakdirkan segalanya. Oleh karena itu, maksud hadits ini adalah: “Jika engkau telah mencurahkan seluruh usahamu, juga tidak lupa meminta pertolongan pada الله, lalu hasilnya tidak tercapai, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku melakukan demikian, maka nanti akan demikian dan demikian’.” Ketetapan mengenai hal ini telah ada, tidak mungkin hal tersebut diubah kembali. Urusan tersebut telah ditetapkan di Lauh Al Mahfuzh sebelum penciptaan langit dan bumi.
Apa hikmah tidak boleh mengatakan ‘Seandainya aku melakukan demikian, maka pasti akan demikian dan demikian’? Hal ini diterangkan dalam perkataan Nabi صلی الله علیﻪ و سلم selanjutnya, “Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaitan.”
Maksudnya apa? Yaitu perkataan law (seandainya) dalam keadaan seperti ini akan membuka rasa was-was, sedih, timbul penyesalan, dan kegelisahan. Akibatnya karena rasa sedih semacam ini, engkau pun mengatakan, “Seandainya aku melakukan demikian, maka pasti akan demikian dan demikian.”
Kata law (seandainya atau andaikata) biasa digunakan dalam beberapa keadaan dengan hukum yang berbeda-beda. Berikut rinciannya sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Qoulul Mufid (2/220-221), juga oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam Bahjatul Qulub (hal. 28) dan ada beberapa contoh dari kami.
Apabila ucapan ’seandainya’ digunakan untuk memprotes syari’at, dalam hal ini hukumnya haram. Contohnya adalah perkataan: “Seandainya judi itu halal, tentu kami sudah untung besar setiap harinya.”
Apabila ucapan ’seandainya’ digunakan untuk menentang takdir, maka hal ini juga hukumnya haram. Semacam perkataan: “Seandainya saya tidak demam, tentu saya tidak akan kehilangan kesempatan yang bagus ini.”
Apabila ucapan ’seandainya’ digunakan untuk penyesalan, ini juga hukumnya haram. Semacam perkataan: “Seandainya saya tidak ketiduran, tentu saya tidak akan ketinggalan pesawat tersebut.”
Apabila ucapan ’seandainya’ digunakan untuk menjadikan takdir sebagai dalih untuk berbuat maksiat, maka hukumnya haram. Seperti perkataan orang-orang musyrik:
“Dan mereka berkata: ‘Jikalau الله Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat).’” (Az Zukhruf: 20)
Apabila ucapan ’seandainya’ digunakan untuk berangan-angan, ini dihukumi sesuai dengan yang diangan-angankan karena terdapat kaedah bahwa hukum sarana (Eng: medium, means, tool, alat, jalan) sama dengan hukum tujuan.
Jadi, apabila yang diangan-angankan adalah sesuatu yang jelek dan maksiat, maka kata andaikata dalam hal ini menjadi tercela dan pelakunya terkena dosa, walaupun dia tidak melakukan maksiat. Misalnya: “Seandainya saya kaya seperti si fulan, tentu setiap hari saya bisa berzina dengan gadis-gadis cantik dan elok.”
Namun, apabila yang dianggan-angankan adalah hal yang baik-baik atau dalam hal mendapatkan ilmu nafi’ (yang bermanfaat). Misalnya: “Seandainya saya punya banyak kitab, tentu saya akan lebih paham masalah agama.” Atau kalimat lain: “Seandainya saya punya banyak harta seperti si fulan, tentu saya akan memanfaatkan harta tersebut untuk banyak berderma.”
Apabila ucapan ’seandainya’ digunakan hanya sekedar pemberitaan, maka ini hukumnya boleh. Contoh: “Seandainya engkau kemarin menghadiri pengajian, tentu engkau akan banyak paham mengenai jual beli yang terlarang.”
Setelah kita berusaha melakukan yang bermanfaat, lalu tidak lupa memohon pertolongan pada الله dan kita tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan, janganlah sampai lisan ini mengatakan: “Seandainya aku melakukan demikian dan demikian, …” Oleh karena itu, Nabi kita صلی الله علیﻪ و سلم pun mengatakan, “Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir الله.” Maksudnya adalah ini semua sudah menjadi takdir dan ketetapan-NYA. Apa saja yang الله kehendaki, pasti Dia laksanakan.
“Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (Huud: 107)
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki الله. Sesungguhnya الله adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al Insan: 30)
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu.” (Al Baqarah: 216)
Oleh karena itu saudaraku, jika engkau telah mencurahkan seluruh usaha dan engkau meminta pertolongan pada الله, namun hasil yang dicapai tidak seperti yang engkau inginkan, janganlah engkau merasa sedih hati. Janganlah engkau mengatakan, “Seandainya aku melakukan demikian dan demikian, pasti akan…” Jika engkau mengatakan seperti ini, maka akan terbukalah pintu syaitan. Engkau pun akan merasa was-was, gelisah, sedih, dan tidak bahagia. Yang sudah terjadi memang sudah terjadi. Tugasmu hanyalah memasrahkan semua urusanmu pada الله ‘azza wa jalla. Oleh karena itu, katakanlah, “Apa yang الله kehendaki, pasti terlaksana.”
Hadits ini juga menunjukkan beriman kepada takdir dan ketetapan الله, di samping itu kita harus melakukan usaha (sebab). Dua hal inilah yang merupakan kaedah pokok yang ditunjukkan dalam dalil yang amat banyak dalam Al Kitab dan As Sunnah. Keadaan agama seseorang tidaklah sempurna melainkan dengan meyakini takdir dan melakukan usaha. Segala macam perkara pun tidak akan sempurna melainkan dengan dua hal ini. Karena maksud sabda Nabi صلی الله علیﻪ و سلم: “Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu, …”, ini maksudnya adalah perintah untuk melakukan usaha baik dalam urusan dunia maupun agama.
Dalil yang lain yang menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi صلی الله علیﻪ و سلم:
Dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi صلی الله علیﻪ و سلم bersabda,
- لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ ، تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً
“Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada الله, sungguh الله akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 310)
- “Hadits ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai, enggan melakukan usaha untuk memperoleh rizki. Bahkan hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari rizki karena burung tersebut pergi di pagi hari untuk mencari rizki. Jadi, yang dimaksudkan dengan hadits ini –wallahu a’lam: Seandainya mereka bertawakkal pada الله سبحانا وتعاﱃ dengan pergi dan melakukan segala aktivitas dalam mengais rizki, kemudian melihat bahwa setiap kebaikan berada di tangan-NYA dan dari sisi-NYA, maka mereka akan memperoleh rizki tersebut sebagaimana burung yang pergi pagi hari dalam keadaan lapar, kemudian kembali dalam keadaan kenyang. Namun ingatlah bahwa mereka tidak hanya bersandar pada kekuatan, tubuh, dan usaha mereka saja, atau bahkan mendustakan yang telah ditakdirkan baginya. Karena ini semua adanya yang menyelisihi tawakkal.” (Darul Falihin, 1/335)
- “Burung itu pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali ketika sore dalam keadaan kenyang. Namun, usaha (sebab) itu bukanlah yang memberi rizki, yang memberi rizki adalah الله سبحانا وتعاﱃ. Hal ini menunjukkan bahwa tawakkal tidak harus meninggalkan sebab, akan tetapi dengan melakukan berbagai sebab yang akan membawa pada hasil yang diinginkan. Karena burung saja mendapatkan rizki dengan usaha sehingga hal ini menuntunkan pada kita untuk mencari rizki.” (Lihat Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jaami’ At Tirmidzi, 7/7-8)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan,
- “Seandainya, kalau kita menelusuri terus kandungan hadits ini, niscaya kita akan dapati faedah yang amat banyak. Namun itulah manusia, terkadang mereka melanggar wasiat Nabi صلی الله علیﻪ و سلم yang sangat berharga ini.
Sebagian kita kurang bersemangat melakukan hal yang bermanfaat baginya, malah semangat jika melakukan hal yang berbahaya atau hal yang tidak ada bahaya dan manfaat. Siang dan malam hanya dia lewati dengan sia-sia, tanpa faedah, dan sirna begitu saja.
Jika dia memang melakukan hal yang bermanfaat, lalu dia tidak memperoleh hasil sebagaimana yang diinginkan, akhirnya dia akan menyesal. Perlahan-lahan keluar dari lisannya, “Seandainya saya melakukan ini dan ini, pasti akan …” Sikap semacam ini tidaklah tepat. Selama seseorang sudah berusaha melakukan yang bermanfaat baginya dan tidak lupa meminta kemudahan dari الله untuk menyelesaikan urusan tersebut, maka serahkanlah semuanya pada الله.”
Muhammad Abduh Tuasikal
::: Khamis, 5 Rabi'ul Akhir 1432 | Khamis, 10 Mac 2011 ::::
[ Semua Gambar Adalah Hiasan ]
_________________________________
Dipetik Dari:
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/tetap-semangat-dalam-hal-yang-bermanfaat-2.html
Tajuk Asal: TETAP SEMANGAT DALAM HAL YANG BERMANFAAT (2)
Shared By Bicara Hidayah
Referensi:
- Bahjatu Qulub Al Abror wa Qurrotu ‘Uyuni Akhyar fi Syarhi Jawami’il Akhbar, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Maktabah ‘Abdul Mushowwir Muhammad ‘Abdullah, cetakan pertama 1425 H
- Dalilul Falihin li Thuruqi Riyadhis Sholihin, Muhammad ‘Ali bin Muhammad bin ‘Allan Asy Syafi’iy, Asy Syamilah
- Qoulul Mufid Syarhu Kitabit Tauhid, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama 1425 H
- Syarh Riyadhus Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, Mawqi’ Jami Al Hadits An Nabawi
- Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jaami’ At Tirmidzi, 7/7-8, Asy Syamilah
- Umdatul Qori Syarh Shohih Al Bukhari, 23/68-69, Asy Syamilah
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat (memuji dan berdoa) ke atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu ke atasnya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan. “ [Al-Ahzab: 56]
Wasiat Rasulullah.
Wasiat Rasulullah.
oleh Ummu Sulaim pada pada 31hb Januari 2011 pukul 2.16 ptg
WASIAT NABI MUHAMMAD S.A.W. kepada SAIDINA ALI R.A.;
Wahai Ali, bagi orang 'ALIM itu ada 3 tanda2nya:
1) Jujur dalam berkata-kata.
2) Menjauhi segala yg haram.
3) Merendahkan diri.
Wahai Ali, bagi orang yg JUJUR itu ada 3 tanda2nya:
1) Merahsiakan ibadahnya.
2) Merahsiakan sedekahnya.
3) Merahsiakan ujian yg menimpanya.
Wahai Ali, bagi org yg TAKWA itu ada 3 tanda2nya:
1) Takut berlaku dusta dan keji.
2) Menjauhi kejahatan.
3) Memohon yang halal kerana takut jatuh dalam keharaman.
Wahai Ali, bagi AHLI IBADAH itu ada 3 tanda2nya:
1) Mengawasi dirinya.
2) Menghisab dirinya.
3) Memperbanyakkan ibadah kepada Allah s.w.t.
LAILAHAILLALLAH !!
Penting!!! Seorang bekas biarawati kristian yang masuk Islam memberitahu dalam ceramahnya haram bagi seseorang umat Islam ucap Selamat Hari Natal.. atau Merry Christmas dan sewaktu dengannya.Jika anda ucap Gong Xi Fa Chai, maksudnya Selamat Tahu Baru Cina (WALLAHUALAM). Happy Deepavali Selamat Menyambut Pesta Cahaya (WALLAHUALAM), tetapi maksud Selamat Hari Natal atau Merry Christmas dan sewaktu dengannya adalah Sejahtera Keatas Tuhan Yesus (NAUZUBILLAH).Dengan perkataan sahaja kita boleh rosak akidah, yakni murtad.
Kita umat Islam beriman LAILAHAILLALLAH yakni TIADA TUHAN DISEMBAH SELAIN ALLAH, jadi ucap Sejahtera Keatas Tuhan Yesus untuk apa (NAUZUBILLAH)?
** Itu pasal beberapa tahun lalu ada mufti dinegara ini yang mengharamkan majlis sambutan kongsi raya. Agama mereka dan agama kita (Islam) tidak buleh sama sekali disamakan ertikan . Tetapi ianya tidak mendapat perhatian pemimpin atasan.
*sumber*
Kita umat Islam beriman LAILAHAILLALLAH yakni TIADA TUHAN DISEMBAH SELAIN ALLAH, jadi ucap Sejahtera Keatas Tuhan Yesus untuk apa (NAUZUBILLAH)?
** Itu pasal beberapa tahun lalu ada mufti dinegara ini yang mengharamkan majlis sambutan kongsi raya. Agama mereka dan agama kita (Islam) tidak buleh sama sekali disamakan ertikan . Tetapi ianya tidak mendapat perhatian pemimpin atasan.
*sumber*
| “Nasihat Nabi Muhammad SAW kepada Saidina Ali (kw) sesudah Saidina Ali berkahwin dgn Siti Fatimah iaitu anakanda kesayangan Baginda. Nabi Muhammad berpesan kpd Saidina Ali iaitu ;
kalau memakai cincin pakailah di jari
i) jari manis
ii) jari kelingking (anak jari)
dan jgn memakai cincin pada jari
i) tengah
ii) jari telunjuk
Nabi Muhammad SAW melarang kerana memakai cincin pada jari telunjuk dan jari tengah adalah meniru cara berhias kaum yang dilaknat ALLAh iaitu kaum yang derhaka di zaman NAbi LUT as. Kalau kita memakai cincin dengan niat mengikut sunnah Nabi SAW maka dapatlah kita pahala.”
kalau memakai cincin pakailah di jari
i) jari manis
ii) jari kelingking (anak jari)
dan jgn memakai cincin pada jari
i) tengah
ii) jari telunjuk
Nabi Muhammad SAW melarang kerana memakai cincin pada jari telunjuk dan jari tengah adalah meniru cara berhias kaum yang dilaknat ALLAh iaitu kaum yang derhaka di zaman NAbi LUT as. Kalau kita memakai cincin dengan niat mengikut sunnah Nabi SAW maka dapatlah kita pahala.”
Ulasan karakter berdasarkan bulan kelahiran (kalendar masihi & hijri)..persoalannya disini..bolehkah kita mempercayainya????
oleh Solehaida Elisya pada pada 05hb Mac 2011 pukul 1.40 pagi
Salam.
Saya mempunyai satu kemusykilan. Jika mempercayai horoskop adalah dilarang, bagaimana pula dengan karakter seseorang individu yang diulas berdasarkan tarikh lahirnya atau bulan kelahirannya (berpandukan kalendar masihi dan/atau hijri)?
Berdasarkan pemahaman saya, horoskop adalah ramalan yg dibuat on daily/monthly basis. Mungkin di sinilah titik perbezaan antara horoskop dan ulasan karakter yang saya nyatakan seperti di atas (kerana ulasan mengikut bulan kelahiran tidak berubah-ubah).
Saya berminat untuk mengutarakan persoalan ini kerana semasa di sekolah dahulu, badan agama ada menerbitkan majalah yang mana antara isi kandungannya adalah ulasan karakter mengikut bulan kelahiran (masihi).
Akhir-akhir ini pula, saya bertemu kes di mana terdapat individu yang menghukum /mengiyakan apa yang berlaku terhadap individu tertentu (pada masa sekarang) berdasarkan ciri-ciri yang dinyatakan dalam ulasan karakter mengikut bulan hijri.
Misalnya, dinyatakan A lahir dalam bulan beta adalah seorang yang jika jahat, adalah terlalu jahat dan jika baik, adalah terlalu baik. Maka individu B menjustifikasikan sikap A pada masa sekarang yang teramat baik adalah bertepatan dengan ulasan yang dibacanya itu.
Jazakumullahu khair.
Jawapan:
Mengetahui karakter seseorang melalui tarikh lahir adalah bercanggah dengan ajaran al-Quran dan hadis nabi saw seperti yang telah dijelaskan oleh para ulama. Antara hujah yang digunakan ialah:
1) Maksud firman Allah swt: Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. Al-Naml – 65
2) Maksud firman Allah swt: Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan sekiranya Aku mengetahui yang ghaib, tentulah Aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan Aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. Al-A`raf-188
3) Sabda Nabi saw:
“من أتى عرافا فسأله عن شئ لم تقبل له صلاة أربعين ليلة” رواه مسلم عن بعض أزواج النبي صلى الله عليه وسلم.
Maksudnya: Sesiapa yang berjumpa dengan tukang tilik lalu bertanya tentang sesuatu tidak diterima solatnya 40 hari (Riwayat Muslim)
4) Sabda Nabi saw:
” من أتى عرافا أو ساحرًا أو كاهنا، يؤمن بما يقول، فقد كفر بما أنزل على محمد صلى الله عليه وسلم” رواه الطبراني عن ابن مسعود ورجاله ثقات.
Maksudnya: Sesiapa yang berjumpa dengan tukang tilik atau ahli sihir atau ahli agama bukan Islam lalu beriman dengan tilikannya sesungguhnya ia telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad s.a.w. (Riwayat at-Tabarani daripada Ibnu Mas’ud dan perawinya adalah thiqah).
Pemikiran mengaitkan nasib manusia mengikut tarikh lahir mereka adalah pemikiran jahiliyyah tidak disokong oleh nas dan aqal, tidak diasaskan oleh agama dan ilmu pengetahuan. Satu persoalan yang amat basic dalam pemikiran kita ialah: Kita tidak boleh memilih tarikh lahir kita sendiri.
Kenapa fenomena ini tersebar:
1- kekosongan akal dan jiwa manusia yang tidak dipenuhi. Kekosongan ini diambil alih oleh kebatilan seperti kata hikmah: sesiapa yang tidak memenuhi jiwanya dengan kebenaran ia akan dipenuhi oleh kebatilan.
2- Keresahan jiwa dan ketiadaan rasa ketenangan dalaman. Penyakit yang melanda dunia hari ini. Padahal umat Islam memiliki keimanan, kerana Ketenangan bersama dengan keimanan dan zikir.
3- Kelemahan kesedaran beragama yang sebenar.
Rujukan: Islam Online
Sekian
Ust Razali Musa
Ahli Panel MUIS
Subscribe to:
Posts (Atom)